Walau belum terasa "panas", debat antar cawapres sudah mulai interaktif. Cawapres dengan nomor urut tiga, Wiranto menjadi kontestan pertama yang mengkritik secara langsung kandidat lainnya. Tanpa malu-malu, mantan Panglima TNI ini menilai gagasan cawapres Boediono membingungkan.
"Saya tidak sependapat dengan apa yang disampaikan Pak Boediono apa yang disampaikan masih bersifat normatif dan nilai pratiksnya membingungkan," ujar Wiranto di acara debat cawapres di studi SCTV, Senayan City, jakarta Selatan, Selasa (23/6/2009).
Tanggapan itu dilontarkan Wiranto usai Boediono menyampaikan pemikirannya soal posisi agama dengan politik. Boediono berpendapat agama tidak boleh menjadi unsur dalam politik praktis.
"Agama itu mulia dan tidak boleh dijadikan elemen praktis, harus di atas politik praktis. Negara dalam hal ini bertanggungjawab untuk memberikan peluang untuk melindungi warga negaranya. Negara harus mengambil posisi menjaga keharmonisan," kata Boediono.
Menurut Wiranto, gagasan Boediono tentang posisi agama dengan negara masih belum konkret untuk diterapkan. Wiranto menilai, substansi agama malah harus dijadikan spirit untuk membangun kehidupan politik.
"Nilai substantif agama, menurut saya bisa diambil untuk membangun etika politik. Jangan sampai di politik hanya BTN, bohong tega dan nipu. Nilai-nilai agama harus ada di dalamnya," jelas Wiranto.
Mendengar kritikan Wiranto, Boediono yang mengenakan batik bermotif biru muda ini langsung menebar senyum penuh isi. Mantan Gubernur BI ini merasa harus mengklarifikasi kembali apa yang dikritik Wiranto.
"Saya kira kita melihat ada perbedaan antara kata dan perbuatan. Kalau kita jujur pada diri sendiri kita sudah aman dan damai tidak perlu banyak berdebat," balas Boediono.
"Saya tidak sependapat dengan apa yang disampaikan Pak Boediono apa yang disampaikan masih bersifat normatif dan nilai pratiksnya membingungkan," ujar Wiranto di acara debat cawapres di studi SCTV, Senayan City, jakarta Selatan, Selasa (23/6/2009).
Tanggapan itu dilontarkan Wiranto usai Boediono menyampaikan pemikirannya soal posisi agama dengan politik. Boediono berpendapat agama tidak boleh menjadi unsur dalam politik praktis.
"Agama itu mulia dan tidak boleh dijadikan elemen praktis, harus di atas politik praktis. Negara dalam hal ini bertanggungjawab untuk memberikan peluang untuk melindungi warga negaranya. Negara harus mengambil posisi menjaga keharmonisan," kata Boediono.
Menurut Wiranto, gagasan Boediono tentang posisi agama dengan negara masih belum konkret untuk diterapkan. Wiranto menilai, substansi agama malah harus dijadikan spirit untuk membangun kehidupan politik.
"Nilai substantif agama, menurut saya bisa diambil untuk membangun etika politik. Jangan sampai di politik hanya BTN, bohong tega dan nipu. Nilai-nilai agama harus ada di dalamnya," jelas Wiranto.
Mendengar kritikan Wiranto, Boediono yang mengenakan batik bermotif biru muda ini langsung menebar senyum penuh isi. Mantan Gubernur BI ini merasa harus mengklarifikasi kembali apa yang dikritik Wiranto.
"Saya kira kita melihat ada perbedaan antara kata dan perbuatan. Kalau kita jujur pada diri sendiri kita sudah aman dan damai tidak perlu banyak berdebat," balas Boediono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar